Raja Ampat Terancam Tambang Nikel

Nasional Penulis Krisna Bagus Samboro
Jumat, 13 Juni 2025 - 19:20
Gambar Berita
Winnicode Officials

Raja Ampat, Papua Barat Daya - Surga laut dunia, Raja Ampat, kini menghadapi ancaman serius. Ekspansi pertambangan nikel mulai merambah pulau-pulau kecil di kawasan ini, memicu kerusakan lingkungan dan konflik sosial. Pulau Gag, Kawe, dan Manuran disebut-sebut menjadi titik utama aktivitas tambang yang dinilai melanggar hukum dan membahayakan ekosistem laut Papua.

Data menunjukkan, lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami telah rusak akibat aktivitas pertambangan. Padahal, ketiga pulau tersebut masuk dalam kategori pulau kecil yang seharusnya dilindungi dari aktivitas tambang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Merespons tekanan publik dan gelombang penolakan dari masyarakat serta aktivis lingkungan, pemerintah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin empat dari lima perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat. Namun, satu perusahaan masih tetap beroperasi: PT Gag Nikel, yang telah mengantongi izin operasi produksi dari pemerintah pusat sejak 2017.

Pencabutan sebagian izin ini belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran. Warga dan aktivis menyebut langkah tersebut sebagai setengah hati dan menuntut evaluasi total terhadap proyek hilirisasi nikel di wilayah timur Indonesia.

“Pemberhentian sebagian izin saja tidak cukup. Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap industrialisasi nikel, termasuk di Sulawesi dan Maluku Utara yang sudah lebih dulu merasakan dampaknya,” kata Iqbal Damanik, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Sabtu (8/6/2025), dikutip dari akun Instagram @greenpeaceid.

Menurut Iqbal, kerusakan lingkungan yang terjadi bukan hanya soal pohon yang ditebang. Aktivitas tambang menyebabkan limpasan sedimen ke laut, yang berpotensi menghancurkan habitat pari manta, hiu, dan ribuan spesies laut endemik yang menjadi daya tarik utama wisata Raja Ampat.

Selain merusak alam, tambang juga mengancam keberlangsungan ekowisata, sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat lokal. Potensi pariwisata Raja Ampat yang dikenal sebagai salah satu pusat biodiversitas laut terbesar di dunia terancam hilang jika eksploitasi tambang terus dilanjutkan.

“Tambang nikel tidak hanya merusak laut, tapi juga memecah kehidupan sosial masyarakat adat yang sebelumnya hidup harmonis,” ujar Ronisel Mambrasar, anak muda Papua yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat.

Ia menambahkan, eksploitasi tambang seringkali dilakukan tanpa persetujuan masyarakat adat yang menjadi pemilik sah tanah dan laut tersebut. “Kami tidak pernah dilibatkan dalam proses