Tung Tung Tung Sahur Naik ke Layar Lebar: Seni Tergelincir, Film Terpeleset FYP

Opini Penulis Ilham Razaqa Achmad
Rabu, 21 Mei 2025 - 09:26
Gambar Berita
Winnicode Officials

Belum lama ini, unggahan Instagram dari akun resmi Dee Company menarik perhatian publik. Dalam foto yang dibagikan, tampak sang produser Dheeraj Kalwani berpose bersama kreator meme viral Tung Tung Tung Sahur, disertai keterangan singkat yang menggoda: “Siap nggak nih kalau Tung Tung Tung Sahur difilmkan?” Kalimat sederhana yang terdengar ringan, tapi sarat makna dan memancing reaksi.

Seperti yang sudah diketahui banyak orang, Tung Tung Tung Sahur bukan berasal dari dunia film, sastra, atau seni rupa. Ia lahir dari TikTok, dari unggahan akun @noxaasht pada akhir Februari 2025. Videonya menampilkan sosok menyerupai makhluk kayu dengan tongkat di tangan, muncul secara tiba-tiba diiringi suara repetitif “tung tung tung sahur” yang absurd dan mendistorsi suasana. Visual ini diciptakan dengan teknologi AI, dengan gaya yang sengaja dibuat aneh dan mengganggu.

Namun justru karena keanehannya, meme ini langsung meledak. Ia menjadi bahan candaan, cosplay, dan bahkan inspirasi bagi kisah-kisah horor lokal. Popularitasnya tidak hanya tersebar di Indonesia, tetapi juga menarik perhatian pengguna TikTok dari berbagai negara. Dalam dunia digital, konten seperti ini sering disebut sebagai brainrot, istilah informal yang menggambarkan sesuatu yang sangat viral, sangat tidak masuk akal, dan sangat mengganggu secara visual maupun konsep. Ia hadir bukan untuk menyampaikan pesan, melainkan untuk mencuri perhatian secepat mungkin.

Tentu saja, tidak salah jika sebuah rumah produksi tertarik untuk mengeksplorasi tren semacam ini. Namun ketika meme seperti Tung Tung Tung Sahur langsung dipertimbangkan untuk diangkat ke layar lebar, pertanyaan yang muncul adalah: apakah semua yang viral layak difilmkan? Dee Company memang bukan pemain baru dalam memanfaatkan fenomena media sosial sebagai bahan baku film. Mereka sebelumnya telah mengangkat kisah seperti VINA: Sebelum 7 Hari dan NORMA: Antara Mertua dan Menantu, yang sama-sama berakar dari isu viral. Formula mereka cukup jelas, ambil cerita yang sedang ramai diperbincangkan, kemas dalam format drama atau horor, dan pasarkan dengan intens di berbagai platform. Dalam banyak kasus, strategi ini terbukti berhasil secara komersial. Namun keberhasilan finansial tidak selalu sejalan dengan nilai artistik atau substansi cerita.

Yang menjadi kekhawatiran adalah kecenderungan untuk mengorbankan kualitas demi kecepatan produksi dan eksposur semata. Meme seperti Tung Tung Tung Sahur, seaneh dan sepopuler apa pun, tidak memiliki narasi yang cukup kuat untuk dikembangkan menjadi film berdurasi penuh tanpa ada potensi kehilangan makna atau