“Nuwun Sewu, Tanah Ini Milik Kami”: Politik Tanah Sultan dalam Konflik Keraton Yogyakarta vs PT KAI

Politik Penulis Rifqi Masykur
Rabu, 12 Maret 2025 - 15:04
Gambar Berita
Winnicode Officials

Pada akhir tahun 2024 terjadi sengketa antara PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan Keraton Yogyakarta terkait lahan di sekitar Stasiun Tugu Yogyakarta. Keraton Yogyakarta melayangkan gugatan perdata terhadap PT KAI dan beberapa instansi pemerintah lainnya, selain itu Keraton juga menuntut ganti rugi sebesar Rp1.000. Diketahui bahwa PT KAI mengakui kepemilikan atas lahan seluas 297.192 meter persegi yang padahal lahan tersebut merupakan Sultan Ground (SG) milik Keraton Yogyakarta. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan aspek sejarah, hukum, dan strategi politik yang digunakan oleh Keraton Yogyakarta. Artikel ini akan membahas bagaimana Keraton Yogyakarta memainkan peran politiknya dalam konflik tersebut.

Latar Belakang Sengketa

Kasus bermula dengan PT KAI yang mencatat lahan di sekitar Stasiun Tugu Yogyakarta sebagai aset perusahaan padahal tanah tersebut merupakan tanah milik Kasultanan yang memiliki status khusus di Yogyakarta atau yang biasa dikenal dengan Sultan Ground (SG). Akibat hal tersebut Keraton Yogyakarta mengajukan gugatan pada 22 Oktober 2024, dengan nomor perkara 137/Pdt.G/2024/PN YkY, gugatan ini tidak hanya ditujukan kepada PT KAI, tetapi juga melibatkan Kementerian BUMN, Kantor BPK, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perhubungan sebagai tergugat.

Tuntutan dan Tujuan Gugatan

Dalam gugatannya, Keraton Yogyakarta menuntut agar PT KAI dan Kementerian BUMN untuk segera mencabut pencatatan atas tanah seluas 297.192 meter persegi yang terletak di area emplasemen Stasiun Tugu Yogyakarta karena tanah tersebut milik Kasultanan atau Sultan Ground (SG). Selain itu ada satu hal menarik dalam gugatan yang diajukan oleh Keraton Yogyakarta yaitu mereka meminta ganti rugi sebesar Rp1.000, sebuah nominal yang sangat kecil dan sangat simbolis. Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono, perwakilan dari Keraton Yogyakarta, mengatakan bahwa tujuan utama dari gugatan tersebut adalah untuk menertibkan administrasi dan menegaskan kembali hak kepemilikan atas tanah tersebut, bukan untuk merebut lahan yang digunakan oleh PT KAI.

Strategi Politik Keraton Yogyakarta

Gugatan ganti rugi senilai Rp1.000 merupakan nominal yang sangat kecil dan juga menunjukan pendekatan simbolis yang sangat cerdas dari Keraton Yogyakarta. Langkah politik ini menekankan bahwa masalah utama bukanlah soal uang, tetapi pengakuan atas hak kepemilikan dan penertiban administrasi