Jakarta, 24 Juni 2025 – Usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang diajukan oleh Forum Purnawirawan TNI hingga kini belum dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR. Padahal, surat resmi tersebut telah diserahkan ke Sekretariat Jenderal DPR sejak awal Juni 2025 dan sempat menjadi perbincangan hangat di ruang publik.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan bahwa surat itu belum masuk ke meja pimpinan karena masih berada di bagian tata usaha. Ia menegaskan bahwa seluruh surat yang masuk akan diproses sesuai prosedur, termasuk dipertimbangkan dalam rapat pimpinan dan Badan Musyawarah (Bamus), sebelum bisa dibawa ke sidang paripurna untuk dibacakan secara resmi.
Penjelasan serupa disampaikan oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, yang menyebut bahwa DPR harus memeriksa kelengkapan administratif terlebih dahulu. Ia juga menekankan pentingnya mengikuti tata tertib kelembagaan, sehingga semua bentuk aspirasi publik dapat ditangani secara hati-hati dan sesuai koridor hukum.
Sementara itu, Andreas Hugo Pareira dari Fraksi PDIP menyatakan bahwa surat usulan tersebut telah diterima oleh Setjen DPR dan bisa diproses sesuai Pasal 7A UUD 1945. Namun, ia juga mengingatkan bahwa agar proses dapat dilanjutkan, diperlukan kehadiran dua pertiga dari seluruh anggota DPR dalam sidang paripurna. Jika kuorum tak terpenuhi, maka proses pemakzulan otomatis tidak bisa berlanjut.
Di sisi lain, reaksi politik terhadap usulan ini terbelah. Sebagian pihak melihat langkah ini sebagai bentuk pengawasan terhadap pejabat negara, tetapi tak sedikit pula yang menganggapnya sarat dengan kepentingan politik. Beberapa fraksi, termasuk dari partai koalisi pemerintahan, menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ada bukti kuat atau pelanggaran berat yang dilakukan oleh Wapres Gibran yang dapat menjadi dasar hukum pemakzulan.
Pengamat politik juga melihat bahwa belum dibacakannya surat ini bisa menjadi bagian dari manuver strategis DPR untuk menahan isu di ranah administratif, sambil menunggu respons publik dan kalkulasi politik di balik layar. Langkah ini membuat isu tetap hidup di media, namun tidak segera masuk ke dalam proses resmi yang bisa mengikat secara hukum dan politik.
Dari sisi konstitusi, proses pemakzulan bukanlah hal yang sederhana. Setelah dibacakan di paripurna, usulan harus disetujui oleh minimal dua pertiga dari seluruh anggota DPR. Jika syarat itu terpenuhi, barulah DPR dapat mengirim surat tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk proses pengujian hukum. Jika tidak, maka prosesnya berhenti dan tak bisa dilanjutkan.
Hingga kini, belum ada kepastian kapan surat pemakzulan ini akan dibahas dalam
Ketegangan antara Israel dan Iran kembali memuncak setelah serangkaian serangan...
Lihat Selengkapnya →Di tengah derasnya arus informasi dan ekspektasi sosial yang kian meninggi, gene...
Lihat Selengkapnya → &nb...
Lihat Selengkapnya →Kementerian Perhubungan secara resmi menerapkan program nasional Zero ODOL (Over...
Lihat Selengkapnya →Media sosial sekali lagi memperlihatkan fenomena menarik yang mengilustrasikan b...
Lihat Selengkapnya → Jeon Somi, penyanyi solo asal Korea Selatan di...
Lihat Selengkapnya → &nb...
Lihat Selengkapnya →