Menimbang Peluang dan Risiko Indonesia di Tengah Perang Dagang China-AS yang Kian Memanas

Ekonomi Penulis Syalsabillah Oktavianti
Jumat, 2 Mei 2025 - 21:34
Gambar Berita
Winnicode Officials

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China memasuki babak baru yang lebih dramatis pada April 2025. Presiden Donald Trump, yang kembali menjabat sejak Januari 2025, telah menaikkan tarif impor terhadap produk China hingga mencapai 145%. Sebagai balasan, China menerapkan tarif 125% untuk semua produk AS.  Ketegangan ekonomi dua raksasa dunia ini tidak hanya berdampak pada kedua negara, tetapi juga menciptakan gelombang kejut bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.

Latar Belakang Eskalasi Perang Dagang

Konflik dagang yang semakin memanas ini merupakan kelanjutan dari kebijakan Trump pada masa jabatan pertamanya tahun 2018-2020. Setelah kembali menjabat pada Januari 2025, Trump langsung mengobarkan kembali api perang dagang. Awalnya, tarif dikenakan pada tiga negara yakni Kanada, Meksiko dan China. Namun, pada 9 April 2025, Trump mengumumkan tarif resiprokal kepada 57 negara termasuk Indonesia yang dikenai 32 persen.

Situasi menjadi lebih kompleks ketika tarif untuk China terus dinaikkan dari sebelumnya 104 persen menjadi 125 persen, dan kini mencapai 145 persen. China merespons dengan menaikkan tarif impor barang asal AS menjadi 125 persen, sambil menegaskan tidak akan menaikkan tarif lebih tinggi lagi meskipun AS mengambil langkah lebih lanjut.

Dampak bagi Indonesia

Sebagai mitra dagang kedua negara adidaya tersebut, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan sekaligus peluang:

  1. Penurunan Ekspor
    Sektor-sektor padat karya di Indonesia, seperti tekstil, garmen, dan furniture yang sangat bergantung pada pasar AS, berpotensi terpukul keras. Data menunjukkan bahwa selama periode 2020-2024, lebih dari separuh ekspor pakaian dan aksesori rajutan (60,5%), pakaian non-rajutan (50,5%), serta mebel dan furniture (58,2%) Indonesia diserap pasar Amerika.
  2. Gelombang PHK
    Risiko pemutusan hubungan kerja di sektor usaha padat karya menjadi ancaman nyata. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan akan ada tambahan 50 ribu buruh yang ter-PHK dalam tiga bulan pasca diberlakukannya tarif baru tersebut.
  3. Ketidakstabilan Pasar Keuangan
    Ketegangan perang dagang telah memicu keluarnya dana asing dari pasar saham Indonesia. Setelah Lebaran 2025, pasar mencatat net sell asing hingga Rp3,87 triliun pada hari pertama pembukaan pasar. Sejak awal tahun, asing telah menjual saham Indonesia senilai Rp35,64 triliun.
  4. Penurunan Investasi
    Perlambatan ekonomi di AS dan China berpotensi mengurangi aliran Penanaman Modal Asing (PMA) ke Indonesia. Padahal, PMA dari